Tahun ajaran baru pun dimulai seiring
berjalannya MOS. Vina lega ddapat naik ke kelas 8F dengan suasana baru, ini
sedikit banyak melupakan rasa bersalah dan kekhawatirannya. Ia duduk sendiri di
deretan paling depan dikelasnya, karena jumlah siswa yang ganjil. Vina
merasakan kenyamanan dikelas itu, karena mendapat banyak perhatian dari
guru-gurunya. Tetapi disaat jam kosong dan istirahat, Vina amat kesepian. Ia
sekali dua mampir ke bangku temannya. Vina mencoba bersabar dari cemoohan teman
lelakinya, bahwa Vina adalah murid istimewa, ia hanya terlihat berkaca-kaca
jika mengingat posisinya. Sejak masuk ke kelas delapan, Vina sangat ingin
mendalami pelajaran Matematika dan IPA, ia pun mencoba memperhatikan dan
mempelajari semua mapel.
Baru seminggu Vina menetap di kelas 8F, ia
dipindahkan ke kelas 8D oleh Ibu Murdiyati. Sebenarnya ia tidak rela, tetapi
karena tidak ada yang bersedia dengan tawaran Ibu Murdiyati, ia rela melepaskan
diri dari kelas 8F. Setiba di kelas 8D, Vina langsung merasakan kejanggalan di
sana, karena ada Fera yang sejak kelas tujuh amat tidak disukainya. Tidak ada
bangku kosong disana, hanya menyisakan bangku disebelah lelaki (yang kebetulan
tetangga Vina). Jadi dengan enggan Vina duduk disana, kemudian sorak-sorai
memenuhi langit-langit kelas, disangkut-pautkan dengan Fera lagi. “Ngga ada
jalan cerita yang lebih buruk buatku ya????” desah Vina. Ibu Murdiyati membaca
pikiran Vina dan menenangkan kelas dan menyarankanku untuk menarik kursi di
bangku kosong di deretan paling belakang. “Lhoh, di 8F paling depan, sekarang
paling belakang, nasibku nggak ketulungan nih!!!” gerutu Vina. Sekali lagi Vina
dibuat jengkel karena bedanya guru yang mengajar, memperburuk situasi hatinya.
Ia sering menangis diam-diam dikelas, dan untungnya tidak ada yang mengetahui.
Ditugas ekonomi, membuat rangkuman Bab 1, Vina
tidak mendapat bagian kelompok, hanya kelompok Fera, Rio, Fitri yang kurang
anggota. Vina mendesah khawatir “tampaknya makin buruk nih, Fera lagi!”. Fera
dan Fitri bersepakat untuk memasukkan Vina kedalam kelompoknya, tapi dia
memanfaatkan Vina. Vina sangat bersedih karena ia tidak memiliki printer untuk
mencetak dokumen yang ditugaskan Fera padanya, ditambah lagi Fera memberi batas
waktu yang sangat mepet. Vina mengatakan ketidaksanggupannya kepada ayahnya,
dengan penuh kesedihan. Ayah Vina bertindak, ia melapor ketidaknyamanan Vina ke
Bu Murdiyati. Setelah dua hari berturut-turut ayah Vina melapor, Bu Murdiyati
memberikan solusi yang terbaik untuk Vina, ia mempertemukan Vina dan Fera, dan
meminta ke teman-teman sekelas untuk memperlakukan Vina dengan baik. Sejak saat
itu Vina dan Fera saling bertegur sapa.
Hari demi hari dilalui Vina tanpa teman sebangku.
Vina hanya mengobrol dengan teman di bangku depannya dan di bangku
dibelakangnya, hingga saat anak baru pindahan dari SMP lain akan ditempatkan
dikelasku. Kebetulan anak itu perempuan, maka Vina sangatlah berbahagia, karena
anak itu akan sebangku dengannya.
Vina bersebelahan dengan bangku cowok, ia
bernama Torez. Vina sering mengobrol dengan Torez, meskipun pelajaran sedang
berlangsung. Setelah sekian lama bergaul dengan Torez, Vina merasakan sesuatu
yang berbeda dari pergolakan hatinya. Hatinya berdesir setiap sekilas menoleh ke
bangku Torez, apalagi saat berbincang dengannya. Dua minggu berlalu di saat
liburan panjang awal puasa, Vina merindukan Torez setiap menjelang tidurnya.
Hari pertama masuk saat puasa ada murid baru yang ditempatkan dikelas Vina.
Kebetulan ia cewek dan ditempatkan sebangku dengan Vina. Utami dan Rena, teman
sebangku yang berada dibelakang Vina, menggoda Vina, “Wahh,, murid baru,
senangnya dapet teman sebangku, hehe”.
Dan ternyata murid baru itu bernama Zahra dan
duduk bersebelahan dengan Vina. Di hari selanjutnya Vina mendengar sorak
menggoda dari seluruh kelas, “Ciiiee... pasangan baru kita” dan kebetulan dua
orang itu adalah Torez dan Rena yang duduk tidak jauh dari posisinya. Vina
menyangka Rena jadian lagi sama mantannya, dan Torez diterima cintanya oleh
kakak kelas. Vina dengan santai bertanya kepada Rena “kamu jadian yaa sama
Angga? Ciee..”. Rena menjawab sambil tersenyum simpul “bukan, aku jadian sama
Angga itu dulu”, Vina bingung lalu bertanya lagi pada Rena dan Utami “trus
siapa dong?”. Kali ini Utami yang menjawab “yaaah,,, ni anak dari tadi ngga
nyambung yah,, tau sendiri kan”, katanya sambil melirik ke arah Torez untuk
memberi tahu Vina. Vina tersentak, kekuatannya menghilang seketika, dengan sisa-sisa tenaganya, ia bertanya pada Rena “Torez Ren?”, dengan setengah
berbisik. “iya” ucapnya dengan senyum malu-malu. “Ohh,, jadi gitu ya, , kamu
tega ih Ren”, kekesalan Vina meluap, meski ia berusaha menutupinya.
Cerpen sederhana ku. Semoga kalian menikmati ceritanya yaa... Thanks for reading ;)