-->

Jumat, 29 Desember 2017

Terimakasih

Tengoklah
Begitu sederhana ucapanmu
Untuk aku tidak menjadi begini dan begitu
Aku melakukannya dengan patuh
Tanpa kolot yang biasa kupertahankan
Tentang sifat dan watakku
Begitu ajaibnya hingga aku selalu
Mengiyakan apapun teguranmu
Sebenarnya sudah lama aku ingin ditegur
Dengan tegas namun lembut
Secara tidak sadar dan menyindir halus
Mungkin karena selama ini yang menegurku
Tidak mengerti aku
Apalagi mau kugugu
YaAllah
Terimakasih telah menghadirkanmu
Kedalam hari ku
Untuk tugas menegurku
Meski aku tak tahu
Apakah ia penegurku hingga tua nanti
Saban hari bersabar dan mahu mengingatkanku
Pembimbingku lewat tegurannya itu
Agar aku mampu berjalan menuju pintu Jannah-Mu

Allah memang Maha Baik
Mampu menciptakan hati insannya sebaik itu
Lantas, bukankah Penciptanya jauuuh lebih baik dari itu?

Minggu, 10 Desember 2017

Kamu

Kamu itu bagaikan air yang kutemui di pantai
Ada pesona yang menenangkan kala melihatmu
Ada kebahagiaan saat berjumpa denganmu
Bahkan kenyamanan untuk menyentuh air itu

Air tak selalu tenang
Ia datang dihantar ombak ke arahku
Tapi ia tidak akan pernah sampai ke kaki kaki ku
Jika aku tidak lebih mendekat ke arahnya
Aku yang harus datang menjumpaimu dahulu
Hingga batas ketercapaian ombakmu menyentuhku
Kita bahagia sekali
Bermain-main
Berkejar-kejaran

Air;sehebat apa kamu datang
Kamu selalu kembali ke muasalmu
Setelah ombak yang merendamku
Ia akan surut lagi kelaut
Hingga aku selalu menjaga diri
agar tidak ikut terseret ke laut
dan tenggelam bersama surutmu

Kedatanganmu tak selalu hebat
Terkadang halus dan perlahan
Jika ombak yang hebat kembali juga cepat
Aku berharap kau datang perlahan, halus dan menenangkan
Karena kupikir kau akan surut dengan hati-hati
Kenyataannya kembalimu konstan
Tak peduli sebesar apa ombak yang membawamu menyentuhku
Kamu, bagaikan air yang kutemui di pantai
Jikalau sudah waktunya
Aku akan meninggalkanmu
Tenang saja. Aku tak selamanya pergi
Kita masih mampu berjumpa
Lewat gerimis-gerimis kecil
Dengan begitu
Kau akan lebih mudah mendatangiku, bukan?

Senin, 16 Oktober 2017

Bagaimana Caranya Melupakan?

Bagaimana cara melupakanmu? Haruskah aku mengikhlaskanmu terlebih dahulu? Lantas, bisa kah kau menjelaskan bagaimana caraku agar bisa mengikhlaskan mu, dengan kepergianmu yang begitu saja? Aku tidak sepasrah itu sampai sampai tidak menanyakan apa masalah nya, apa sebenarnya salahku, se menjijikkan apa aku yang sudah membuatmu khilaf lalu sadar kembali? Namun, kali ini aku ingin menyimpannya untuk diriku sendiri, dan hanya bercerita kepada orang-orang yang memungkinkan memberiku solusi terbaik. Bukan sekedar pembela emosi dan hatiku yang lemah, tapi yang mengatakan padaku apa yang sebenarnya salah kuperbuat. Ya, aku membutuhkan teman teman shalihah ku saat ini.
Perasaanku ini, apakah memang disebut cinta? aku tak tahu pasti. Apa aku bisa merelakanmu dengan hati lega saat ini? entahlah, aku masih mencoba membuat keadaan biasa saja. Aku tak ingin memaksakan perasaan yang lega saat dada ini memang benar benar bergemuruh. Tak apa orang lain menganggapku labil, cengeng, bahkan jika perlakuan mereka akan berbeda padaku, tak apa. Aku berusaha tidak membohongi diriku sendiri.
Baru beberapa saataku terpaku dengan kelemahanku, aku merasakan kelelahan yang teramat. Aku ingin segera pergi dari diriku yang seperti ini, lemah, payah. Bukankah Allah lebih menyayangi hamba-Nya yang kuat dan berusaha untuk menjadi kuat. Aku lelah mendzolomi diriku sendiri dengan segala kecengengan dan kelabilan diriku sendiri. jika berlarut-larut, aku sadar cepat atau lambat aku akan jatuh sakit. Sadar atau tidak sadar aku menyiksa diriku dengan menutupi lukaku, lupa untuk tidak mengobatinya. Meski aku mengalihkan ragaku untuk kesibukan yang sangat banyak, atau hanya tidur-tiduran sekedar melupakan ingatan yang akan menguakkan luka itu kembali.
Kenapa bisa ada luka?
Kurasa aku yang membuatnya sendiri. Bukan kamu yang membuatku seperti ini, mungkin aku yang terlalu tinggi berekspektasi tinggi. Tapi apakah ini mutlak kesalahanku? Bukankah kamu juga berpartisipasi dalam kesalahan ini? Mereka juga ada ikut andil dalam kesalahan ini. Tapi semua tak berguna lagi. Tak perlu aku mencari orang lain untuk dikambinghitamkan, karena pada akhirnya tetap saja mutlak kesalahan tertuju padaku. Sekejam itu ya cinta yang aku alami? Bagaimana bisa kita berdua sama sama menunjukkan rasa sayang dan suka masing masing, tapi saat kamu sadar bahwa perasaan ini bukanlah sesuatu yang patut diperjuangkan untuk saat ini, lantas kau sempurna menyalahkanku? Sebodoh itukah diriku dimatamu? Yak memang ini kesalahanku yang berani berani nya menurunkan sedikit harga diriku didepanmu. Sebuah sedikit yang menjatuhkanku pada kesalahan mutlak.
Apapun ittu, terimakasih sudah berani mengkritikku. Terimakasih sudah berani menamparku pada kenyataan yang benar dan sebenar-benarnya harus kujalani. Untuk tidak membiarkanku jatuh bersamamu di dunia khayalan yang belum boleh kita selami. Terimakasih. Terimakasih
Selamat malam :)

Rabu, 31 Mei 2017

Pucuk Rasa

Kau tinggalkan begitu saja. Kau anggap ini hal wajar yang paling wajar dalam pergaulanmuu, tapi tidak denganku. Sayangku, sudah tumbuh puluhan hari yang lalu. Namun tak setulus yang kukira di masa pertumbuhannya, dan buah nya pun tak semanis yang diharapkan. Ia berbuah cemburu yang ranum, kesendirian yang lebat, dan ketergantungan yang tinggi menjulang. Tidak ada lagi daya untuk mengendalikan laju pertumbuhannya. Berhentipun, ini masih sulit dijangkau untuk kemudian di pangkas, meski sedikit-sedikit saja—hingga habis. Patah asa serapuh-rapuhnya ranting kering karena sayangmu pun masih tertinggal dalam dirinya, yang bukan hakmu lagi. Bingung aku tidak mengerti, bagaimana bisa sayang bisa tumbuh pada waktu dan tempat yang salah, sedang dirinyalah yang beruntung memiliki kasih sayangmu, selalu. Lumpuh sudah hati mati rasa jika rasamu sulit sekali dimiliki, namun sekali sudah dimiliki ia tumbuh pada tempat dan waktu yang salah pula. Lantas rasa itu bergilir menyergap hatiku untuk sedikitpun tak mampu berkutik, hanya meratap dan terus meratap. Kenapa ia kau biarkan tumbuh menjulang jika pisau pemangkas nya saja belum kau siapkan. Tapi, tak semudah menginjak rumput liar, sayang itu, tumbuh bahkan menembus benteng-benteng yang sudah dibuat, meruntuhkannya begitu saja.

Senin, 01 Mei 2017

Khadijahkan dirimu untuk lingkungan sekitarmu

Apakah pantas manusia mengeluh terus menerus pada prosesnya. Berkata sudah lelah dengan segala aktivitas dan beban untuknya. Merasa paling menderita diantara semua orang didunia ini. Merasa harus mengerjakan tugas yang di bebankan semua orang kepada kita. Merasa orang paling kuat yang harus mengerjakan itu semua sendirian dengan hati yang terus menerun mengeluh? Sedangkan hakikatnya pemilik segala daya kekuatan itu bukanlah dirinya. Amanah serta tugas itu hanya ujian dari pemilik kekuatan, bukankah Dia sudah adil kepada dirimu? Dia yang memberi amanah dan beban, namun Dia juga yang memberimu kekuatan yang lebih. Itu semua agar supaya kamu mengerti cara nya meminta pertolongan, agar kamu mengerti rasanya bersabar dna terus bertahan dengan segala kekuatan mengusahakan, lalu mengistirahatkan dirimu dan menyerahkan bagian terakhir kepada-Nya. Jika saja kamu berjuang sampai akhir mengusahakan yang terbaik, maka ujian akan berlalu dengan penyelesaian yang baik, dan insyaAllah derajatmu akan dinaikkan. Tetapi, seandainya kamu menyerah disaat pertama, maka ujian akan tetap berlalu, namun derajat mu akan berada di posisi yang sama. Sia sia bukan? Ujian itu tidak akan seketika hilang lalu berganti dengan sesuatu yang membahagiakan di belakangnya jika kamu tidak berusaha, serta ikhlas dan sabar menjalaninya tentunya. Jadi ayolah, berhenti bersikap seolah olah engkau orang yang paling menderita sedunia, padahal itu hanya kerikil kecil yang harusnya cukup kau melangkah dengan langkah agak panjang agar tidak tersandung. Masih banyak orang yang lebih lebih lebih menderita dari pada kamu, padahal ia sedang berjalan menuju ketakwaan. Percaya pada dirimu, kamu bisa melakukannya dengan baik. Terus bersyukur atas segala nikmat dari ujian maupun nikmat kebahagiaan yang engkau dapatkan. Selalu ceria dalam menghadapi segala sesuatu. Sayangi lingkungan di sekitarmu, maka cinta akan datang kepadamu juga. Khadijahkan dirimu, meski tidak ada Muhammad shallallahu alaihi wassalam lagi didunia ini. Khadijahkan dirimu untuk lingkungan sekitarmu, yang pintu serta pelukan selalu terbuka untuk mereka yang membutuhkan. 

Rabu, 22 Februari 2017

Hujan lalu Jaketmu

Saat itu, kamu pernah bilang jika mana mungkin sudah jalan kemanapun bersama maka tidak dianggap. Saat itu, kau memberiku jaket agar lepas dari kedinginan. Kala hujan deras itu kau lari dengan aku memimpin jalan menikmati hujan tanpa payung, kala itu kau justru melepas jaketmu dan kau sembunyikan. Aku tau dengan pasti kau mudah kedinginan. Baju dan jaketku sudah kuyup. Akhirnya hanya berbalut kaos oblong pendek kau berjalan dibawah tumpahan air dari langit bersamaku. Ternyata kau lakukan itu demi menyimpan satu jaket yang masih dapat menghangatkan diriku. Bahkan kau berbohong di bawah ac dan kebocoran air di trans kota. Sungguh tak tau malu nya diriku ini, masih saja merindukan berada disampingmu. Terbalut jaket keringmu. Bersandar di bahumu. Ahh
Bukankah seharusnya tak kulakukan itu. Semua salahku mengajakmu menerabas hujan, lalu dengan tidak tanggung jawabnya membuang buang waktumu sia sia, membiarkanmu berbohong tidak menggigil kedinginan. Ahh sungguh sebenarnya apa yang ada dipikitanku saat itu. Mencari alat yang diminta oleh teman lama, hingga merepotkan orang lain seperti itu. Bukankah berjalan sendirian lebih nyaman? Tidak akan merepotkan orang

Senin, 20 Februari 2017

Apalagi yang kau risaukan hamba?

Harusnya kau bisa banyak bersyukur. Ya, tentu saja. Masihkah ada alasan untukmu mengeluh? Sedangkan nikmat Allah sebegitu luas, dan kemalangan hanya menghantammu sebesar batu kerikil
Malam ini, setelah rentetan sesi curhat, banyak sekali kudapati masukan masukan dan saran dari sahabat sahabat terbaikku untuk kedepannya akan ku implementasikan ke perilaku dan sikap.

Lagi pula, apa sih yang kamu risaukan. Dia? Yakinkah dia? Memangnya dia juga merisaukanmu? I don't think so. Kurasa dia malah baik baik saja tanpaku. Ada atau tidaknya diriku disisinya bukan lagi masalah yang perlu diperdebatkan, apalagi menuntut untuk dipertahankan.

Let it flow. Buatlah semuanya mengalir, sama seperti saat pertama kau mengenalnya, Nggi. Dulu sebelum tumbuh sesuatu di hati mu itu tidak ada apa apa kan? Lalu mengapa semua aliran menuju semi semi perasaan yang tumbuh di relung hati mu? Kurasa karna kau selalu lupa untuk memangkasnya. Kau membiarkan saja itu tumbuh. Bahkah kau justru memupuknya, Itu dia ltak kesalahan mu, Nggi. Ckckck, sekarang setelah kau sadari, ayolah bergegas. Tidakkah kau sadar satu semester ini kau hanya jalan ditempat, disitu situ saja. Ayo tengok kanan kiri mu. Kau yang belum apa apa ini sudah tertinggal jauh di belakang. Bukankah dulu kau rela menghabiskan banyak waktu, banyak tenaga untuk memerjuangkan kuliah di eksakta? Lalu kau hendak menyia-nyia kan waktumu.

Padahal waktu yang kau buang terlalu banyak ini juga memakan biaya, memakan usia. Mau kemana engkau lari saat di hisab nanti? Kau kemana--kan masa muda mu? Menuntut ilmu kah? Berleha-leha saja kah? Lalu apa kau lupakan jerih payah kedua orang tua mu, menjadi jalan rejeki mu di dunia. Apa kau tak ingin hidup berbahagia bersama mereka di Jannah nanti? Tak inginkah buat hati mereka senang, bangga memiliki kamu? MashaaAllah kemana saja kamu selama ini?