-->

Rabu, 31 Mei 2017

Pucuk Rasa

Kau tinggalkan begitu saja. Kau anggap ini hal wajar yang paling wajar dalam pergaulanmuu, tapi tidak denganku. Sayangku, sudah tumbuh puluhan hari yang lalu. Namun tak setulus yang kukira di masa pertumbuhannya, dan buah nya pun tak semanis yang diharapkan. Ia berbuah cemburu yang ranum, kesendirian yang lebat, dan ketergantungan yang tinggi menjulang. Tidak ada lagi daya untuk mengendalikan laju pertumbuhannya. Berhentipun, ini masih sulit dijangkau untuk kemudian di pangkas, meski sedikit-sedikit saja—hingga habis. Patah asa serapuh-rapuhnya ranting kering karena sayangmu pun masih tertinggal dalam dirinya, yang bukan hakmu lagi. Bingung aku tidak mengerti, bagaimana bisa sayang bisa tumbuh pada waktu dan tempat yang salah, sedang dirinyalah yang beruntung memiliki kasih sayangmu, selalu. Lumpuh sudah hati mati rasa jika rasamu sulit sekali dimiliki, namun sekali sudah dimiliki ia tumbuh pada tempat dan waktu yang salah pula. Lantas rasa itu bergilir menyergap hatiku untuk sedikitpun tak mampu berkutik, hanya meratap dan terus meratap. Kenapa ia kau biarkan tumbuh menjulang jika pisau pemangkas nya saja belum kau siapkan. Tapi, tak semudah menginjak rumput liar, sayang itu, tumbuh bahkan menembus benteng-benteng yang sudah dibuat, meruntuhkannya begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar